Peningkatan pasar pangan fungsional saat ini juga didukung oleh peningkatan kesadaran konsumen atas kesehatan dirinya. Kesadaran konsumen atas penurunan kebugaran karena kesibukannya yang meningkat, kurang olah raga, kurang tidur, kurang teratur jam makan dan istirahat, stress karena beban pekerjaan maupun lingkungan kerja, menyebabkan konsumen memilih jalan pintas untuk menjaga kesehatan tubuhnya, di antaranya adalah memilih pangan yang berlabel fungsional.
Di lain pihak, informasi tentang pangan fungsional juga semakin terbuka, sehingga membuka peluang bagi para industri untuk mengisi pasar ini dengan beraneka jenis produk. Di pasaran pun telah banyak dikembangkan berbagai jenis inovasi produk pangan fungsional, di antaranya yang mengandung probiotik, prebiotik, ataupun gabungan dari keduanya. Beberapa manfaat kesehatan produk pangan fungsional adalah sebagai berikut:
• Menjaga kesehatan jantung
• Menjaga kesehatan saluran pencernaan
• Menjaga kesehatan tulang
• Pencegahan penuaan akibat reaksi oksidatif
• Pencegahan terhadap kanker
Di antara beberapa manfaat kesehatan yang dapat diperoleh, pangan fungsional yang terkait dengan kesehatan jantung tetap mendominasi pasar global, diikuti dengan kesehatan tulang dan kesehatan saluran cerna. Pasar pangan fungsional juga sangat tergantung dari masyarakat masing-masing negara. Di Jepang, pangan fungsional yang terkait dengan kesehatan saluran cerna seperti produk yang mengandung probiotik sangat berkembang. Negara yang pertama kali mempromosikan pangan fungsional ini merupakan negara yang memulai memasarkan susu fermentasi probiotik, Yakult. Melalui produk inilah pangan fungsional mulai dikenalkan di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, maupun Eropa. Di Amerika produk probiotik kurang berkembang dibandingkan dengan produk yang terkait dengan kesehatan jantung, misalnya produk dengan klaim menurunkan kolesterol.
Probiotik
Probiotik diartikan sebagai mikroorganisme hidup yang saat dikonsumsi dengan jumlah yang cukup tetap hidup sampai mencapai saluran pencernaan serta memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh melalui keseimbangan mikrobiota (FAO/WHO, 2001). Probiotik sebagai komponen pangan fungsional juga telah diadopsi oleh BPOM, melalui SK yang ditetapkan Januari 2005, tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Di dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasar kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.
Di pasar global, produk probiotik sebagai ingridien, suplemen, dan makanan mencapai angka penjualan sebesar 14,9 milyar USD pada tahun 2007 dan 16 milyar USD tahun 2008, serta diestimasikan mencapai 19,6 milyar USD pada tahun 2013 nanti. Probiotik genus Lactobacillus merupakan genus yang paling banyak digunakan yaitu mewakili 61,9 % penjualan di tahun 2007. Probiotik pada produk pangan sebagian besar diaplikasikan pada produk dairy, di antaranya yogurt, kefir, minuman susu asam, keju, butter, cream, maupun mayonaise. Namun demikian, hasil komersial research yang dilakukan oleh Foodprocessing (2009) menyatakan bahwa tingkat kesadaran maupun keinginan konsumen terhadap jenis produk probiotik yang bervariasi meningkat secara signifikan sejak 5 lima tahun terakhir ini (Granato, dkk 2010). Hal ini mendorong secara kuat bagi industri untuk menginovasi maupun mengembangkan kategori jenis produk probiotik yang lebih luas, salah satunya dengan inovasi produk probiotik berbasis non-dairy. Di pasar global, kategori produk probiotik non-dairy ini tergolong masih baru, namun mulai banyak diminati dan menjadi trend produk bagi para vegetarian maupun penderita lactose-intolerant. Sehingga inovasi produk probiotik yang tidak berbasis susu (non-dairy) merupakan tantangan besar bagi industri.
Produk Probiotik non Dairy
Umumnya produk yang paling sering digunakan sebagai agensia pembawa bakteri probiotik adalah jenis produk fermentasi berbasis susu atau produk dairy. Namun tren saat ini mulai dikembangkan produk probiotik yang tidak berbasis susu atau non-dairy seperti pada coklat, bar, jus buah, bahkan telah beredar pula cereal-probiotik. Di antara produk-produk probiotik non-dairy, produk non-dairy berbasis kedelai diperkirakan memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan adanya banyak manfaat yang diberikan oleh kedelai.
Mengapa kedelai?
Kedelai telah dikonsumsi sejak berabad-abad lalu oleh orang Asia dan merupakan diet utama sebagai sumber protein yang dikonsumsi dalam berbagai jenis makanan seperti tahu, tempe, susu kedelai, dan kecap. Data konsumsi kedelai cenderung meningkat di beberapa negara seiring dengan meningkatnya kalangan vegetarian serta kesadaran masyarakat terhadap bahaya konsumsi pangan hewani.
Protein kedelai dikenal memiliki manfaat kesehatan, bahwa konsumsi 25 gram protein kedelai (sekitar 45 mg isoflavon) setiap hari, sebagai bentuk diet rendah lemak jenuh dan kolesterol, telah terbukti mampu mengurangi risiko penyakit jantung FDA (1998). Kandungan asam amino protein kedelai tergolong lengkap, termasuk juga asam amino esensial. Nilai protein kedelai yang didasarkan pada Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS), yaitu penilaian yang didasarkan pada kandungan asam amino esensial dan nilai cerna adalah 0.91. Nilai maksimum untuk PDCAAS adalah 1,00, dibandingkan dengan sumber protein lainnya, kedelai mengandung protein yang tidak kalah penting dengan protein hewani seperti daging dengan PDCAAS 0,92, susu (1.00), dan telur (1.00). Kedelai juga merupakan sumber serat, Mg, P, vitamin K, riboflavin, thiamin, dan asam folat.
Berdasarkan data yang ada, konsumsi kedelai Indonesia diperkirakan sekitar 10,3 kg/kapital/tahun atau 30 g kedelai setiap hari (ekuivalen dengan 12 g protein). Konsumsi ini dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk berbasis kedelai yang diminati oleh konsumen dan merupakan peluang pasar yang cukup besar.
Probiotik soya milk
Salah satu bahan makanan pengganti susu yang berprospek sebagai pembawa probiotik adalah kedelai. Hal tersebut karena kedelai merupakan pangan nabati yang memiliki kualitas protein yang tidak kalah dengan susu. Selain itu, kelebihan lain yang dimiliki kedelai adalah protein kedelai dalam jumlah tertentu dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan kedelai merupakan sumber isoflavon. Namun demikian kedelai juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adanya bau langu dan gula yang terkandung adalah jenis oligosakarida yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh (non-digestible), yaitu rafinosa dan stakiosa sehingga dapat menyebabkan flatulensi, yaitu produksi gas hasil pemecahan gula oleh bakteri kolon. Rafinosa yang merupakan tri-sakarida memiliki ikatan α-galaktosida antara galaktosa-glukosa, demikian juga stakiosa memiliki dua ikatan α-galaktosida antara galaktosa-galaktosa dan galaktosa-glukosa (Gambar 1).
Kultur probiotik untuk soya milk
Soya milk yang difermentasi dengan bakteri probiotik sekaligus dapat digunakan untuk memperbaiki nilai fungsional kedelai maupun memperbaiki bau langu. Soya milk yang difermentasi dengan kultur probiotik yang memiliki enzim α-galaktosidase untuk memecah stakiosa dan rafinosa akan menurunkan gula yang tidak dapat dicerna tubuh (Chumchuere dan Robinson 1999), sehingga flatulensi dapat dihindari.
Proses fermentasi dengan bakteri asam laktat juga dapat meningkatkan bioaktif isoflavon yang berperan sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian Pyo, dkk, (2004), kultur probiotik yang memiliki enzim β-glukosidase dapat meningkatkan availabilitas bioaktif isoflavon. Enzim ini akan mendegradasi isoflavon glukosida menjadi aglikon (daidzein dan genistein) yang lebih mudah diserap tubuh (Pyo, dkk, 2004).
Sehingga pemilihan strain untuk menghasilkan fermentasi kedelai probiotik perlu dilakukan dengan tepat agar diperoleh nilai tambah melalui peningkatan bioaktif isoflavon dan turunnya gejala flatulensi. Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan bakteri probiotik dalam memotong α-galaktosida dan β-glukosida. Fermentasi juga dapat meningkatkan flavor produk sehingga dapat mengurangi bau langu yang tidak disukai.
Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan bakteri asam laktat probiotik untuk menfermentasi soya milk, antara lain:
• Mendegradasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna tubuh
• Meningkatkan bioavailabilitas isoflavon
• Kombinasi kedelai dengan probiotik ataupun prebiotik dapat menurunkan LDL secara signifikan
• Aman bagi konsumen yang lactose-intolerance
• Aman bagi konsumen yang alergi terhadap protein susu
• Pengembangan produk
Penelitian Terkini
Penelitian di Fakultas Teknologi Pertanian bekerjasama dengan Pusat Penelitian Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada telah berhasil memanfaatkan isolat probiotik lokal (yang diisolasi dari berbagai sumber termasuk makanan fermentasi) untuk menghasilkan berbagai produk probiotik non dairy.
Isolat probiotik lokal telah dicoba untuk pembuatan minuman probiotik berbasis kedelai dan kacang tanah. Walaupun proses fermentasi berlangsung dengan baik, dan populasi bakteri asam laktat telah memenuhi persyaratan sebagai minuman probiotik, namun rasa beany flavor atau bau langu yang berasal dari kedelai masih nyata. Bahkan pada fermentasi sari kedelai (soya milk) produk yang dihasilkan masih berflavor “tahu” sehingga perlu dilakukan masking atau penambahan flavor. Penambahan flavor strawbery merupakan pilihan yang paling disukai konsumen.
Usaha untuk mengurangi beany flavor juga telah dilakukan yaitu dengan menggunakan kedelai lokal hasil persilangan para peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi, Malang), diantaranya adalah varietas lokal Anjasmara. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi stakiosa pada produk fermentasi sari kedelai (soya milk) turun sekitar 34-36 %. Berbeda dengan kedelai, hasil fermentasi sari kacang tanah lebih disukai konsumen. Dari hasil penelitian diperoleh fermentasi sari kacang tanah rasio kacang tanah dan air 1:20 (b/v) dengan penambahan sukrosa 10 % (b/v) menggunakan starter Lactobacillus acidophilus SNP2 dapat menghasilkan minuman sari kacang tanah terfermentasi dengan jumlah sel 1,2x109 cfu/ml yang berpotensi sebagai pembawa probiotik.
Selain minuman probiotik berbasis kedelai dan kacang tanah, tim peneliti UGM juga telah melakukan penelitian mengenai tape probiotik dan brem tape menggunakan isolat lokal, walaupun produk-produk ini belum sampai pada level industri.
Referensi
• Chumchuere, S. and Robinson R.K. 1999. Selection of starter cultures for the fermentation of soya milk. Food Microbiology, 16: 129-137
• Pyo, Y., Lee, T., and Lee, Y. 2004. Enrichment of bioactive isoflavones in soymilk fermented with β-glucosidase-producing lactic acid bacteria, Food Research International 38 (2005) 551–559
• Granato, D., Branco G.F., Nazzaro F., Cruz A.G., and Faria J. 2010. Functional Food and Nondairy Probiotic Food Development: Trends, Concepts, and Products. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 9 : 292-302.
Prof. Endang S Rahayu
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Januari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar